Cari Blog Ini

Senin, 19 September 2011

sejarah kesmas


Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.

Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.

Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.

Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).

Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.

Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.

Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.

Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.

Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.

Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.

Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.

Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.

Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.

Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.

Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.

Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.

Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10 Usaha kesehatan sekolah
11 Usaha kesehatan jiwa
12 Laboratorium
13 Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.

Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (Posyandu).

Program ini mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

Update : 29 Juni 2006

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

DEKLARASI PALEMBANG
KONAS IAKMI X dan RAKERNAS AIPTKMI III
Setelah mengkaji dan menganalisis berbagai perkembangan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, kami segenap peserta KONAS IAKMI X dan RAKERNAS AIPTKMI III sepakat untuk hal-hal dibawah ini dengan harapan Pemerintah termasuk stakeholder dapat melakukan yang terbaik bagi terwujudnya masyarakat sehat, cerdas dan produktif dengan meningkatkan program lintas sektor bidang kesehatan yang berpihak pada ”public health”.
1.
Penyehatan lingkungan

Kami mendesak Pemerintah untuk melakukan audit lingkungan dan mengupayakan perbaikan sekaligus penyehatan lingkungan di semua tingkatan wilayah dengan melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat


2.
Pengendalian Tembakau

Kami prihatin terhadap laju pertumbuhan perokok remaja di Indonesia yang sangat cepat dan ketidak berdayaan masyarakat miskin yang menjadi korban kecanduan rokok. Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah dan DPR untuk segera mengeluarkan Undang-Undang pengendalian dampak tembakau dalam upaya melindungi generasi sekarang dan mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok.


3.
Promosi Kesehatan

Kami juga prihatin terhadap masih tingginya penyakit menular, dan kecenderungan meningkatnya penyakit tidak menular termasuk gangguan mental, kecelakaan serta masih rendahnya masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah agar merevitalisasi program Promosi Kesehatan dalam mempercepat pembangunan kesehatan di Indonesia dengan jalan memberikan lingkungan yang kondusif untuk kemitraan, meningkatkan pemberdayaan masyarakat yang bersinambungan dan advokasi dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pemerintah hendaknya memberikan apresiasi dan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah mendorong dan mengembangkan berbagai upaya kesehatan berbasis masyarakat.


4.
Penanggulangan HIV/AIDS

Kami sebagai anggota KPA akan berperan lebih aktif dalam upaya penanggulangan HIV / AIDS antara lain meningkatkan kegiatan penelitian untuk mendukung program program dan mengadakan advokasi untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Dengan semakin meningkatnya prevelensi HIV/AIDS di Indonesia, maka kami mendesak Pemerintah (Pusat dan Daerah ) memberikan komitmen dan dukungan sumberdaya dan tindakan kongkrit untuk penanggulangan HIV/AIDS.


5.
Perbaikan Gizi

Kami prihatin terhadap masih tingginya gizi buruk dan gizi kurang pada anak-anak Indonesia yang berakibat hilangnya potensi intelegensi dan akan mengakibatkan lost generations. Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah agar segera dilakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan masalah gizi secara komprehensif dan bersinambungan dengan mempertimbangkan windows of opportunity sepanjang daur kehidupan, khususnya pada kelompok masyarakat miskin dan tertinggal dengan melibatkan pihak-pihak terkait, berkepentingan dan memiliki potensi


6.
Sumber Daya Manusia Kesehatan

Dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat dan pencapaian sasaran Mellenium Development Goals (MDGs), dimana ujung tombak pembangunan kesehatan berada di kabupaten/kota, maka kami mendesak agar Pemerintah mneyediakan formasi dan dukungan anggaran untuk jabatan fungsional tenaga profesi kesehatan termasuk Sanitarian, penyuluh kesehatan (Promkes), Epidemiologi, Gizi, Administrasi Kesehatan dan perencanaan.


7.
Kependudukan dan KB

Kami mendesak Pemerintah terutama Pemerintah Daerah baik provinsi dan kabupaten/kota untuk memberikan perhatian yang besar terhadap permasalahan kependudukan dan KB dengan mereposisi kelembagaan dan merevitalisasi program KB Nasional sesuai dangan kebutuhan wilayah yang berbeda-beda


8.
Kemitraan (Corporate Social Responsibility)

Kami mendesak Pemerintahan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada dunia usaha dan swasta untuk lebih berperan dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) yang telah menjadi ketentuan peraturan perundangan agar dilengkapidengan panduan yang memungkinkan dunia usaha danswasta memberikan kontribusi dalam mengatasi masalah masyarakat di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi serta pembinaan yang bersinambungan.

Sedikit nimbrung.  Dulu, ketika masih menjadi dosen CPNS (yang belum digaji juga sampai sekarang :), saya sering sekali sakit.  Flu dan sesak nafas tidak berhenti2.   Namun 5 bulan menuntut ilmu di negeri orang, saya nyaris tidak pernah sakit. Di sini obat dan vitamin pun lumayan terasa mahalnya karena sebagian besar tidak dicover oleh asuransi kesehatan yang kami dapat dari pihak pemberi beasiswa.  Tetapi kebijakan apakah yang sangat membedakan?
  • Di sini saya nyaris tidak pernah menghirup asap rokok.  Orang diijinkan merokok, tetapi minimal pada jarak 5 meter di luar dinding terluar suatu bangunan.  Di angkutan umum, dan tempat2 umum seperti panta, merokok sama sekali tidak diijinkan.  Sangat berbeda bukan dengan situasi di kantor 2 pemerintah kita?  Cukai rokok juga dibuat sangat mahal, sehingga harga rokok nyaris tak terjangkau.  Menurut penelitian World Bank yang pernah saya baca, peningkatan cukai rokok tidak akan mengurangi pendapatan negara dari cukai tersebut, tetapi jelas mengurangi calon2 perokok.  Dalam jangka panjang akan meningkatkan kesehatan masyarakat, kinerja, dan pertumbuhan ekonomi.
  • Makanan bergizi sangat melimpah dan murah. Susu, keju, buah2an lokal, wortel, dan daging sangatlah murah untuk ukuran penerima beasiswa (padahal kami dapat allowancenya= biaya hidup minimum lho).
  • Pestisida, pupuk sintetis dan antibiotik,  yang digunakan untuk pertanian & peternakan dikontrol sangat ketat sehingga tidak overuse seperti di kita. Di warung2 di Indonesia orang bisa seenaknya menaruh obat nyamuk bakar di sebelah rendang bukan?
  • Produk organik yang sama sekali bebas pestisida dan pupuk sintetis serta ayam free-range (maksudnya di lepas seperti ayam2 kampung kita jaman dulu) sangat banyak dan terjangkau.  Pada masa transisi "kembali ke alam" petani dan peternak disupport oleh pemerintah
  • Produk2 makanan olahan nyaris semuanya tanpa MSG (micin, vetsin, atau bumbu penyedap).  Kalaupun pakai, biasanya produk2 yang diimpor dari Asia; seperti mie instant.  Jangan mimpi soal pewarna tekstil, borax atau formalin, jelas tidak akan dicemplungkan ke makanan.
  • Informasi 'hazard' selalu dicantumkan dengan jelas.  Awas produk ini mengandung gluten, diolah dengan mesin yang sama untuk mengolah kacang, mengandung babi (jadi yang dilabeli yang haram bukan yang halal; saya rasa relatif mudah dan bisa menekan harga jual).  
  • Tanggal kadaluarsa selalu jelas.  Jika produk rusak, selalu bisa dikembalikan ke supermarket tanpa harus bertengkar dulu.
  • Perspektif kesehatan telah diintegrasikan dalam makanan.  Misalnya: pasta bayam (seperti pangsit tetapi hijau), cookies kaya serat, es krim dengan probiotik dll.
  • Sanitasi lingkungan jelas sangat baik.  Masyarakat dididik sejak kecil untuk tidak membuang sampah sembarangan.  Tempat sampah semuanya standard dari pemkot.  Tertutup rapat.  Sehingga meskipun diangkutnya cuma 1 minggu sekali, tidak sampai bau & mengundang tikus.
  • Peraturan kesehatan untuk tempat penjualan makanan sangat ketat.  Jadi tidak ada lalat & tikus yang berkeliaran saat kita makan.
  • Bagi yang berencana punya anak; harus ada space minimal di rumah.  Rumah & perabotan tidak boleh membahayakan anak.  Untuk masuk sekolah, harus ada surat vaksinasi.
Dengan cara2 tersebut, kesehatan masyarakat secara umum sangatlah baik.  Orang datang ke clinic untuk memelihara kesehatan; bukan karena kena flu burung yang telah begitu parah.  Oh ya, di sini banyak sekali burung2 dan unggas liar.  Namun sama sekali tidak ada kekhawatiran soal flu burung.  Makhluk2 bahagia yang bebas mencari makan di pohon2, sungai, dan danau yang bersih tersebut tidak menyebarkan flu sama sekali.

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat membaca di sebuah surat kabar Indonesia bahwa pemerintah berwacana melindungi masyarakat dengan memberikan label halal pada obat.  Tidakkah itu berlebih-lebihan dan sangat rentan terhadap korupsi?  Pemberian label halal dengan benar, artinya diselidiki sungguh asal-usulnya, perlu biaya yang sangat besar, dan pasti akan dibebankan pada konsumen.  Padahal tanpa biaya itupun banyak orang sudah tak mampu membeli.  Mengapa tidak bisa menerima babi sebagai bagian dari ciptaan Tuhan juga yang meskipun bagi kaum beragama tertentu tidak boleh dimakan, pasti ada manfaatnya?  Ada banyak penelitian yang membuktikan kemiripan fisiologi kita dengan babi, sehingga cukup banyak obat yang diproduksi dengan bantuan makhluk ini.  Juga ada banyak obat herbal yang perlu diekstrak dengan alkohol untuk mendapat komponen aktifnya secara efisien & murah.  Babi dan ragi, saya rasa ini juga bagian dari rahmat yang dikaruniakan Yang Maha Kuasa.  Namun tentu saja pilihan itu ada.  Dan mungkin lebih baik menetapkan peraturan untuk melabeli produk2 yang jelas haram saja. Lebih mudah & hemat.

Dari berbagai sejarah para ilmuwan banyak menemukan obat dari berbagai macam penyakit dan dapat dengan sukses pula menangani
berbagai macam penyakit,tapi belum ada jenis obat yang memadai untuk menggantikan fungsi sistem kekebalan tubuh karena memang nggak mungkin ada.Setiap penyakit selalu berhubungan erat dengan bakteri atau virus yang menular dan banyak ilmuwan yang sudah menggunakan bahan kimia untuk menghambat perambatan virus dan bakteri tersebut.Saat ini kita sedang menghadapi tantangan kesehatan yang bersumber dari makanan-makanan modern diantaranya jantung,diabetes,tekanan darah tinggi dan kanker pentingnya kesadaran kita sendiri melalui pencegahannya melalui keseimbangan gizi makanan.makanan yang seimbang,dan kesadaran mengenai kesehatan yang tidak mencukupi menjadi penyebab merosotnya fungsi imun tubuh.Fungsi imun yang pantas akan mampu menghadapi berbagai bahaya yang mengancam kesehatan kita setiap harinya.Penyembuhan dengan obat tidak cukup untuk melawan penyakit dan pencegahan merupekan kunci kesehatan yang lebih baik.Menurut ilmu sains immunologi gizi tumbuh-tumbuhan seperti buah,sayur dan tanaman obat kaya akan nutrisi yang diperlukan tubuh.Yang ternyata zat Phytochemicals yang ditemukan bisa mencegah tumor dan menghadang pertumbuhan mikroba dan pula menstabilkan tekanan darah dan kadar kolestrol.Asosiasi kanker Amerika menemukan bahwa nutrisi berperan penting untuk mencegah kematian si penderita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar